Mesjid Jami, Ramadhan Lima tahun yang lalu.
Ramadhan hari ketiga saat itu, matahari mulai
terik, samar kulirik jam dinding mesjid, pukul 11.35, aku baru saja mengusir lapar dengan tidur, dan
berhasil. Aku bangun, menyandarkan tubuh pada salah satu tiang mesjid berdiameter
besar itu, mataku terpaku pada seseorang yang masih duduk di tempat yang sama
ketika aku tidur 2 jam yang lalu. Ia masih duduk disitu, di antara tubuh-tubuh
jamaah yang tidur berserakan, tangan kanannya memegang Alquran, membacanya
dengan lirih namun khusyu’. Sama seperti tadi. Aku teringat saat ia bertanya,
“ada…”
“target khatam Alquran, berapa?” tanyanya
kembali.
“mm, InsyaAllah 3 kali…” jawabku. Ragu.
“kalau kita?”
“Insyaallah 10 kali.”
Aku diam. Malu.
Dan pada hari-hari berikutnya, ia selalu ada di
sudut kiri mesjid itu, shalat dhuha dan mulai mengaji hingga waktu dzuhur, lalu
usai shalat Ia pulang ke rumah menyelesaikan pekerjaan yang ada. Aku pun selalu
ada di belakang tak jauh darinya, menatap punggungnya, mengumam doa-doa untuknya.
“Ya Allah, Berkahilah Ia. Aku bersaksi akan
kesungguhannya beramal, dalam Ramadhan maupun bulan-bulan selainnya, berkahilah
Ia, berkahilah Ia”.
Sekarang,
setelah 5 tahun kepergiannya, saat berada
di mesjid jami, aku selalu menatap sudut itu, tersenyum pada bayangannya yang duduk
khusyu bersama lirih bacaan Alqurannya.
Membiarkan diriku
kembali mengeja makna Ramadhan yang ia titipkan pada kenangan terakhirnya. Mama.
***
Entah Ramadhan
yang menyisakan kenangan tentang mama, ataukah mama yang menyisakan oase
Ramadhan tuk kukenang. Keduanya, mampu menerjemahkan rinduku pada kesungguhan
menjalani Ramadhan.
Mama tidak
pernah tahu tentu, dalam setiap tahun, di mana ramadhan terakhirnya, tempat ia
mensucikan diri sebersih-bersihnya, tempat ia menghidupkan malamnya dalam ruku’
dan sujud, tempat ia merapal doa doa panjang untuk kebaikan dunia akhiratnya,
mama tidak tahu bahwa ramadhan di mana Ia berhasil khatam 10 kali adalah ramadhan
terakhirnya, sebab di tahun berikutnya, Ia pergi sehari sebelum Pintu Ramadhan
terbuka.
Mama mengajarkanku
tuk memperlakukan Ramadhan seolah ia adalah yang terakhir dalam hidupku.
***
Mama, seperti
lalu lalu, tahun-tahun yang berputar, tak ada yang dapat kukenang darimu, selain
kebaikan. Hanya kebaikan.
Berharap Ramadhan
ini, seperti yang Mama wariskan.
Sangat merindukanmu.
3 Comments
sangat mengharukan, semoga beliau mendapat tempat terbaik di sisi-NYA, amin
ReplyDeleteAmin, syukran jazakallah,,
DeleteKembali menetes air mataku:(
ReplyDelete"Tak ada yang dapat kukenang darimu, selain kebaikan. Hanya kebaikan."
Luar biasa!